BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak
Asasi Manusia merupakan unsur normatif
yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia masih dalam kandungan
sampai akhir kematiannya sebagai anugrah Tuhan. Di dalamnya tidak jarang
menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada
dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM
seorang individu terhadap individu lain, kelompok terhadap individu, ataupun
sebaliknya.
Memperbincangkan
marutnya dinamika hak asasi manusia, khususnya perburuhan selama dekade
terakhir nampaknya cukup mengingatkan pada nama ini: Marsinah. Terdapat alasan
pasti untuk menghadirkan kembali ingatan tentang orang tersebut: misteri
kematiannya yang tidak pernah terungkap hingga sekarang. Tidak pernah diketahui
secara pasti oleh siapa ia dianiaya dan dibunuh, kapan dan di mana ia mati pun
tak dapat diketahui dengan jelas, apakah pada Rabu malam 5 Mei 1993 atau
beberapa hari sesudahnya. Liputan pers, pencarian fakta, penyidikan polisi,
pengadilan sekalipun nyatanya belum mampu mengungkap kasusnya secara tuntas dan
memuaskan. Kendati hakim telah memvonis siapa yang bersalah dan dihukum, orang
tak percaya begitu saja; sementara kunci kematiannya tetap gelap sampai kini,
lebih dari satu dasawarsa berselang.
Pada
aras citra inilah tulisan ini kemudian mengambil pijakan. Mungkin orang tak
akan banyak tahu siapa Marsinah seandainya ia tidak dibunuh dan kasusnya tidak
gencar diberitakan oleh media massa. Ia tidak hanya dianggap mewakili “nasib
malang” jutaan buruh perempuan yang menggantungkan masa depannya pada
pabrik-pabrik padat berupah rendah, berkondisi kerja buruk sekaligus tak
terlindungi hukum. Lebih dari itu, mediasi dan artikulasi pembunuhannya
menyediakan arena diskursif bagi pertarungan berbagai kepentingan dan hubungan
kuasa: buruh-buruh, pengusaha, serikat buruh, lembaga swadaya masyarakat,
birokrasi militer, kepolisian dan sistem peradilan.
Setelah
reformasi tahun 1998, Indonesia mulai mengalami kemajuan dalam bidang penegakan
HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya
menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan
kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita
karena semakin egoisnya manusia dalam pemenuhan hak masing-masing. Untuk itulah
kami menyusun makalah yang berjudul “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di
Indonesia – Marsinah”, untuk memberikan informasi mengenai apa itu pelanggaran
HAM diikuti seluk beluk kasus Marsinah.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di
Indonesia”, maka masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apa pengertian pelanggaran HAM ?
2. Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?
3. Apa contoh pelanggaran HAM di Indonesia?
4. Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?
C. Tujuan
Tujuan kami mengangkat
materi ini tentang kasus hak asasi
manusia di Indonesia yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.
2. Untuk mengetahui macam-macam pelanggaran HAM.
3. Untuk mengetahui contoh pelanggaran HAM di Indonesia.
4. Mengetahui lebih dalam mengenai terjadinya kasus Marsinah.
5. Upaya penyelesaian pelanggaran HAM khususnya kasus Marsinah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pelanggaran
Hak Asasi Manusia
Menurut
Pasal 1 Angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi
manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.
Menurut
UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja
atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.
Dengan
demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik
dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya
terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan
rasional yang menjadi pijakannya.
B. Klasifikasi
Pelanggaran HAM di Indonesia
Pelanggaran
HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
A. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
a) Pembunuhan massal
(genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan
kekerasan. (UUD No.26/2000 Tentang
Pengadilan HAM).
b) Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa
serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti
pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.
c) Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
Ø Pemukulan
Ø Penganiayaan
Ø Pencemaran nama baik
Ø Menghalangi orang untuk
mengekspresikan pendapatnya
Ø Menghilangkan nyawa orang
lain
C. Kronologi Kematian Marsinah
Pada pertengahan April 1993,
para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya) pabrik tempat kerja Marsinah resah
karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam
surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh
sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut, Pengurus PUK-SPSI PT.
CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk membicarakan kenaikan upah
sesuai dengan himbauan dalam Surat Edaran Gubernur.
Selanjutnya
pada tanggal 3 Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak masuk kerja, kecuali staf
dan para Kepala Bagian. Hari itu juga, Marsinah pergi ke kantor Depnaker
Surabaya untukmencari data tentang daftar upah pokok minimum regional. Data
inilah yang ingin Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat
tuntutan pekerja yang hendak mogok.
Kasus tersebut
berawal dari unjuk rasa buruh yang dipicu surat edaran gubernur setempat
mengenai penaikan UMR. Namun PT. CPS, perusahaan tempat Marsinah bekerja
memilih bergeming. Kondisi ini memicu geram para buruh.
Senin 3 Mei 1993, sebagian besar karyawan PT. CPS berunjuk rasa
dengan mogok kerja hingga esok hari. Ternyata menjelang selasa siang, manajemen
perusahaan dan pekerja berdialog dan menyepakati perjanjian. Intinya mengenai
pengabulan permintaan karyawan dengan membayar upah sesuai UMR. Sampai di sini
sepertinya permasalahan antara perusahaan dan pekerja telah beres.
Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh
PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh dari
ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk
diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik
menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Para satpam juga
mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para
pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.
Namun esoknya 13
buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer
(Kodim) Sidoarjo untuk diminta mengundurkan diri dari CPS. Marsinah marah dan
tidak terima, ia berjanji akan menyelesaikan persoalan tersebut ke pengadilan.
Aparat dari koramil dan kepolisian sudah
berjaga-jaga di perusahaan sebelum aksi berlangsung. Selanjutnya, Marsinah
meminta waktu untuk berunding dengan pengurus PT. CPS. Perundingan berjalan
dengan hangat. Dalam perundingan tersebut, sebagaimana dituturkan
kawan-kawannya. Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan. Dialah
satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan.
Khususnya tentang tunjangan tetap yang belum dibayarkan pengusaha dan upah
minimum sebesar Rp. 2.250,- per hari sesuai dengan kepmen 50/1992 tentang Upah
Minimum Regional. Setelah perundingan yang melelahkan tercapailah kesepakatan
bersama.
Namun, pertentangan antara kelompok buruh
dengan pengusaha tersebut belum berakhir. Pada tanggal 5 Mei 1993, 13 buruh
dipanggil kodim Sidoarjo. Pemanggilan itu diterangkan dalam surat dari kelurahan
Siring. Tanpa dasar atau alasan yang jelas, pihak tentara mendesak agar ke-13
buruh itu menandatangani surat PHK. Para buruh terpaksa menerima PHK karena
tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul 8
buruh di-PHK di tempat yang sama.
D. Faktor Penyebab Kasus
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Faktor penyebab dari
kasus Marsinah yang pertama adalah perussahaan CPS yang tidak mengikuti
himbauan gubernur setempat untuk menaikkan UMR. Walaupun kebijakan kenaikan UMR
tersebut sudah dikeluarkan, CPS tetap bergeming. Kondisi ini memicu geram para
pekerjanya sehingga menyebabkan mereka melakukan aksi unjuk rasa dan mogok
kerja.
Lalu faktor penyebab
kedua, adalah manajemen perusahaan CPS yang telah menyepakati perjanjian
penaikan UMR namun rupanya diikuti dengan memberhentikan 13 pekerjanya dengan
cara mencari-cari kesalahan pasca tuntutan kenaikan UMR. Hal ini menjadikan
Marsinah penuh amarah.
Fakor yang lain dapat diuraikan sebagai berikut :
Dari segi ekonomi :
Ø Terjadi kredit macet
Ø Jatuhnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar
Ø Banyak perusahaan yang
tidak dapat membayar hutangnya
Dari segi politik :
Ø Pemimpian saat itu telah
kehilangan kepercayaan dari rakyatnya
Ø Terjadi kekacauan dan
kerusuhan di mana-mana
Ø Terjadi perpecahan dalam
kubu kabinet Soeharto
E. Solusi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Terkait kasus
Marsinah, solusi dari pemerintah sendiri, pemerintah semestinya segera mengusut
tuntas kasus pembunuhan Marsinah sampai selesai hingga mendapatkan hasil yang
nyata, dan menegakkan tiang keadilan dan ketegasan dalam kerapuhan hukum di
Indonesia sehingga rakyat dapat kembali mempercayai peranan dari pemerintah dan
aparat penegak hukum dalam penegakan HAM di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Marsinah
adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi
unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara
lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei
1993 di Tanggul Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya
bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi
buruh. 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan,
termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi
Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima,
termasuk oleh buruh yang absen.Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih
aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan
perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang
perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang
hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa
digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka
dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap
dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim
Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil
pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal
6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya
ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Kasus
pembunuhan Marsinah merupakan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Alasannya adalahkarena telah
melanggar hak hidup seorang manusia. Dan jugakarena sudah melanggar dari unsur
penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang di luar putusan pengadilan terpenuhi.
Dengan demikian, kasus tersebut tergolong patut dianggap kejahatan kemanusiaan
yang diakui oleh peraturan hukum Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat.
Jika merujuk pada Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), jelas bahwa tindakan
pembunuhan merupakan upaya berlebihan dalam menyikapi tuntutan marsinah dan
kawan-kawan buruh. Jelas bahwa tindakan oknum pembunuh melanggar hak konstitusional Marsinah, khususnya hak
untuk menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan tersirat
ditegaskan dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945, bahwasetiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
B. Saran
Sebagai
makhluk sosial kita selayaknya mampu mempertahankan dan memperjuangkan hak kita
sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga hak orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM
kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Sudah saatnya pemerintah
membuka mata lebar-lebar akan kasus Marsinah dan kasus-kasus yang dialami oleh
buruh saat ini. Pemerintah sebaiknya berani membuka ulang kasus Marsinah atas
nama demokrasi dan HAM. Hilang dan matinya Marsinah sudah barang tentu adalah
sesuatu yang “direkayasa” sehingga sampai saat ini kasusnya tidak pernah
menemui titik terang. Padahal keadilan yang tertinggi adalah keadilan terhadap
Hak Asasi Manusia.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.omahmunir.com
/pages-10-kasus-marsinah.html
http://buser.liputan6.com
/read/52757/marsinah- dan-misteri-kematiannya
http://fuad-myers.blogspot.com
/2011/11/analisa-kasus- pelanggaran-ham-berat.html
http://sarubanglahaping.blogspot.
com/2013/10/analisis-kasus- pembunuhan-marsinah.html
Http://www.Yudhe.Com/8-Kasus-
Besar-Yang-Tetap-Menjadi- Misteri-Di-Indonesia/
http://ubpeacemaker.blogspot.co
m/2011/11/memahami- ham-marsinah-pahlawan- kaum.html
http://abunavis.wordpress.com
/2007/12/11/marsinah-dalam- representasi-media-analisis- semiotika-berita-kasus-
marsinah-pada-majalah-tempo- 1993-1994/
http://hukum.kompasiana.com
/2014/05/01/refleksi-21-tahun- kasus-marsinah-650551.html
http://www.tempo.co/read/news
/2012/05/08/173402558/Kasus- Marsinah-Sulit-Diungkap-Lagi
http://www.arahjuang.com
/2014/05/08/marsinah- dan-perjuangan-buruh- sepanjang-masa/
https://xpectancy.wordpress.com
/2014/09/11/makalah-kasus- pelanggaran-ham-di-indonesia- marsinah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar