Rabu, 03 Oktober 2018

Makalah Kasus Marsinah


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
       Hak Asasi Manusia merupakan  unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya sebagai anugrah Tuhan. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu terhadap individu lain, kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.
       Memperbincangkan marutnya dinamika hak asasi manusia, khususnya perburuhan selama dekade terakhir nampaknya cukup mengingatkan pada nama ini: Marsinah. Terdapat alasan pasti untuk menghadirkan kembali ingatan tentang orang tersebut: misteri kematiannya yang tidak pernah terungkap hingga sekarang. Tidak pernah diketahui secara pasti oleh siapa ia dianiaya dan dibunuh, kapan dan di mana ia mati pun tak dapat diketahui dengan jelas, apakah pada Rabu malam 5 Mei 1993 atau beberapa hari sesudahnya. Liputan pers, pencarian fakta, penyidikan polisi, pengadilan sekalipun nyatanya belum mampu mengungkap kasusnya secara tuntas dan memuaskan. Kendati hakim telah memvonis siapa yang bersalah dan dihukum, orang tak percaya begitu saja; sementara kunci kematiannya tetap gelap sampai kini, lebih dari satu dasawarsa berselang.
       Pada aras citra inilah tulisan ini kemudian mengambil pijakan. Mungkin orang tak akan banyak tahu siapa Marsinah seandainya ia tidak dibunuh dan kasusnya tidak gencar diberitakan oleh media massa. Ia tidak hanya dianggap mewakili “nasib malang” jutaan buruh perempuan yang menggantungkan masa depannya pada pabrik-pabrik padat berupah rendah, berkondisi kerja buruk sekaligus tak terlindungi hukum. Lebih dari itu, mediasi dan artikulasi pembunuhannya menyediakan arena diskursif bagi pertarungan berbagai kepentingan dan hubungan kuasa: buruh-buruh, pengusaha, serikat buruh, lembaga swadaya masyarakat, birokrasi militer, kepolisian dan sistem peradilan.
       Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mulai mengalami kemajuan dalam bidang penegakan HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita karena semakin egoisnya manusia dalam pemenuhan hak masing-masing. Untuk itulah kami menyusun makalah yang berjudul “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Indonesia – Marsinah”, untuk memberikan informasi mengenai apa itu pelanggaran HAM  diikuti seluk beluk kasus Marsinah.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul makalah ini  “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia”, maka masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.      Apa pengertian pelanggaran HAM ?
2.      Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?
3.      Apa contoh pelanggaran HAM di Indonesia?
4.      Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?

C. Tujuan

Tujuan kami mengangkat materi  ini tentang kasus hak asasi manusia di Indonesia yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.
2.      Untuk mengetahui macam-macam pelanggaran HAM.
3.      Untuk mengetahui contoh pelanggaran HAM di Indonesia.
4.      Mengetahui lebih dalam mengenai terjadinya kasus Marsinah.
5.      Upaya penyelesaian pelanggaran HAM khususnya kasus Marsinah.









BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia
       Menurut Pasal 1 Angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah  setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
       Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
       Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.

B.  Klasifikasi Pelanggaran HAM di Indonesia
       Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
A.      Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
a)     Pembunuhan massal  (genosida)
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan.  (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM).

b)     Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah  suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.
c)      Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
Ø  Pemukulan
Ø  Penganiayaan
Ø  Pencemaran nama baik
Ø  Menghalangi orang untuk  mengekspresikan pendapatnya
Ø  Menghilangkan nyawa orang  lain


C. Kronologi Kematian Marsinah
                   Pada pertengahan April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya) pabrik tempat kerja Marsinah resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut, Pengurus PUK-SPSI PT. CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk membicarakan kenaikan upah sesuai dengan himbauan dalam Surat Edaran Gubernur.
Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak masuk kerja, kecuali staf dan para Kepala Bagian. Hari itu juga, Marsinah pergi ke kantor Depnaker Surabaya untukmencari data tentang daftar upah pokok minimum regional. Data inilah yang ingin Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat tuntutan pekerja yang hendak mogok.
       Kasus tersebut berawal dari unjuk rasa buruh yang dipicu surat edaran gubernur setempat mengenai penaikan UMR. Namun PT. CPS, perusahaan tempat Marsinah bekerja memilih bergeming. Kondisi ini memicu geram para buruh.
Senin 3 Mei 1993, sebagian besar karyawan PT. CPS berunjuk rasa dengan mogok kerja hingga esok hari. Ternyata menjelang selasa siang, manajemen perusahaan dan pekerja berdialog dan menyepakati perjanjian. Intinya mengenai pengabulan permintaan karyawan dengan membayar upah sesuai UMR. Sampai di sini sepertinya permasalahan antara perusahaan dan pekerja telah beres.
       Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Para satpam juga mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.
       Namun esoknya 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo untuk diminta mengundurkan diri dari CPS. Marsinah marah dan tidak terima, ia berjanji akan menyelesaikan persoalan tersebut ke pengadilan.
       Aparat dari koramil dan kepolisian sudah berjaga-jaga di perusahaan sebelum aksi berlangsung. Selanjutnya, Marsinah meminta waktu untuk berunding dengan pengurus PT. CPS. Perundingan berjalan dengan hangat. Dalam perundingan tersebut, sebagaimana dituturkan kawan-kawannya. Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan. Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan. Khususnya tentang tunjangan tetap yang belum dibayarkan pengusaha dan upah minimum sebesar Rp. 2.250,- per hari sesuai dengan kepmen 50/1992 tentang Upah Minimum Regional. Setelah perundingan yang melelahkan tercapailah kesepakatan bersama.
       Namun, pertentangan antara kelompok buruh dengan pengusaha tersebut belum berakhir. Pada tanggal 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil kodim Sidoarjo. Pemanggilan itu diterangkan dalam surat dari kelurahan Siring. Tanpa dasar atau alasan yang jelas, pihak tentara mendesak agar ke-13 buruh itu menandatangani surat PHK. Para buruh terpaksa menerima PHK karena tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul 8 buruh di-PHK di tempat yang sama.
      
D. Faktor Penyebab Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
       Faktor penyebab dari kasus Marsinah yang pertama adalah perussahaan CPS yang tidak mengikuti himbauan gubernur setempat untuk menaikkan UMR. Walaupun kebijakan kenaikan UMR tersebut sudah dikeluarkan, CPS tetap bergeming. Kondisi ini memicu geram para pekerjanya sehingga menyebabkan mereka melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja.
       Lalu faktor penyebab kedua, adalah manajemen perusahaan CPS yang telah menyepakati perjanjian penaikan UMR namun rupanya diikuti dengan memberhentikan 13 pekerjanya dengan cara mencari-cari kesalahan pasca tuntutan kenaikan UMR. Hal ini menjadikan Marsinah penuh amarah.
Fakor yang lain dapat diuraikan sebagai berikut :
Dari segi ekonomi :
Ø  Terjadi kredit macet
Ø  Jatuhnya nilai tukar rupiah  terhadap dollar
Ø  Banyak perusahaan yang  tidak dapat membayar hutangnya
Dari segi politik :
Ø  Pemimpian saat itu telah  kehilangan kepercayaan dari rakyatnya
Ø  Terjadi kekacauan dan  kerusuhan di mana-mana
Ø  Terjadi perpecahan dalam  kubu kabinet Soeharto

E. Solusi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
          Terkait kasus Marsinah, solusi dari pemerintah sendiri, pemerintah semestinya segera mengusut tuntas kasus pembunuhan Marsinah sampai selesai hingga mendapatkan hasil yang nyata, dan menegakkan tiang keadilan dan ketegasan dalam kerapuhan hukum di Indonesia sehingga rakyat dapat kembali mempercayai peranan dari pemerintah dan aparat penegak hukum dalam penegakan HAM di Indonesia.














BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
       Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh. 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
       Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
       Kasus pembunuhan Marsinah  merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Alasannya adalahkarena telah melanggar hak hidup seorang manusia. Dan jugakarena sudah melanggar dari unsur penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang di luar putusan pengadilan terpenuhi. Dengan demikian, kasus tersebut tergolong patut dianggap kejahatan kemanusiaan yang diakui oleh peraturan hukum Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat.
Jika merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya berlebihan dalam menyikapi tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh. Jelas bahwa tindakan oknum pembunuh melanggar  hak konstitusional Marsinah, khususnya hak untuk menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan tersirat ditegaskan dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945, bahwasetiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan  layak dalam hubungan kerja.

B. Saran
       Sebagai makhluk sosial kita selayaknya mampu mempertahankan dan memperjuangkan hak kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga hak orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Sudah saatnya pemerintah membuka mata lebar-lebar akan kasus Marsinah dan kasus-kasus yang dialami oleh buruh saat ini. Pemerintah sebaiknya berani membuka ulang kasus Marsinah atas nama demokrasi dan HAM. Hilang dan matinya Marsinah sudah barang tentu adalah sesuatu yang “direkayasa” sehingga sampai saat ini kasusnya tidak pernah menemui titik terang. Padahal keadilan yang tertinggi adalah keadilan terhadap Hak Asasi Manusia.
















DAFTAR PUSTAKA

http://www.omahmunir.com /pages-10-kasus-marsinah.html
http://buser.liputan6.com /read/52757/marsinah- dan-misteri-kematiannya
http://fuad-myers.blogspot.com /2011/11/analisa-kasus- pelanggaran-ham-berat.html
http://sarubanglahaping.blogspot. com/2013/10/analisis-kasus- pembunuhan-marsinah.html
Http://www.Yudhe.Com/8-Kasus- Besar-Yang-Tetap-Menjadi- Misteri-Di-Indonesia/
http://ubpeacemaker.blogspot.co m/2011/11/memahami- ham-marsinah-pahlawan- kaum.html
http://abunavis.wordpress.com /2007/12/11/marsinah-dalam- representasi-media-analisis- semiotika-berita-kasus- marsinah-pada-majalah-tempo- 1993-1994/
http://hukum.kompasiana.com /2014/05/01/refleksi-21-tahun- kasus-marsinah-650551.html
http://www.tempo.co/read/news /2012/05/08/173402558/Kasus- Marsinah-Sulit-Diungkap-Lagi
http://www.arahjuang.com /2014/05/08/marsinah- dan-perjuangan-buruh- sepanjang-masa/
https://xpectancy.wordpress.com /2014/09/11/makalah-kasus- pelanggaran-ham-di-indonesia- marsinah/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar